ASAL MUASAL NAMA LUBUK BENDAHARO
Gambar hanya pemanis |
ASAL MUASAL NAMA LUBUK BENDAHARO
Diceritakan dalam kisah secara turun
temurun dari beberapa generasi nama Lubuk Bendaharo berasal dari kisah yang
menimpa keluarga Datuk Bendaharo, Gadih Dumbai yang merupakan istrinya dan
anaknya semata wayang yang baru belajar jalan. Datuk Bendaharo adalah penghulu
kampung diwilayah kerajaan Rokan IV Koto.
Pada zaman itu wilayah kerajaan
Rokan meliputi, IV koto di bukik dan IV
koto di bawuh. Di bukik artinya yang berada di dataran tinggi yaitu Rokan,
Pendalian, sikebau dan Koto Kocik, sedangkan IV Koto dibawuh, adalah yang
berada di dataran rendah yaitu, Pemandang, Tanjung Medan , Kubu Pauh dan
Kampung Pakih. Sebagai perwakilan
pemerintahan kerajaan Rokan IV Koto, maka ditunjuklah dimasing masing kampung
tersebut seorang penghulu yang diberi gelar Datuk Bendaharo.
Kisah asal nama Lubuk Bendaharo, berasal
dari nama penghulu kampung yang berada di Koto Kocik. Koto kocik adalah wilayah
kerajaan Rokan yang terletak pada bagian paling hilir dari sungai Rokan yang wilayah
ulayatnya langsung berbatasan dengan kerajaan Kunto Darussalam. Seperti lazimnya
kehidupan di perkampungan tempo dulu yang menggantungkan hidupnya dari alam, masyarakat Koto Kocik sebagian besar adalah
petani baik petani ladang padi ataupun penyadap karet, dan sebagian kecil lainnya
pedagang. Setiap hari kampung Koto Kocik sepi, karena warganya sibuk menjalani
aktivitas masing masing. Kalau yang bertani mereka akan berangkat ke ladang dari
setelah subuh dan akan pulang setelah ashar. Begitu juga yang dengan yang
berdagang, harus berjalan jauh ke Pasar Kuok untuk belanja barang
perniagaannya. Kampung Koto Kocik baru akan terasa ramai pada malam hari ketika
semua warga sudah pada pulang kerumahnya masing-masing.
Syahdan ketika itu disaat matahari telah
naik lebih dari sepenggalahan, suasana kampung sepi sebagaimana biasanya. Gadih
Dumbai pergi menuju sungai rokan dengan membawa anaknya yang masih kecil untuk
mencuci pakaian, dan sementara suaminya Datuk Bendaharo sedang pergi keladang. Entah
apa yang merasuki Gadih Dumbai hari itu, biasanya disaat matahari sepenggalahan
tersebut pantang bagi perempuan Koto Kocik untuk pergi ke sungai rokan untuk
mencuci, apalagi sendiri. Namun hari itu, karena banyaknya kain yang akan
dicuci, apalagi matahari lagi bersinar terik setelah hampir seminggu hujan
terus, membuat Gadih Dumbai mengabaikan pantangan, dan tetap berangkat mencuci
pakaian ke sungai rokan.
Dengan membawa buntalan pakaian yang
akan dicuci dan sambil menggendong anaknya, Gadih Dumbai akhirnya sampai di
tepian sungai rokan. Setelah melihat berkeliling, gadih Dumbai melihat ada
sebuah tikar buruk yang terhampar di sebuah pohon yang agak rimbun. Sambil berpesan
jangan kemana mana, gadih Dumbai meletakkan anaknya diatas tikar tersebut,
dan dia masuk ke sungai Rokan untuk
mencuci pakaian. Sambil mencuci sesekali pandangannya diarahkannya kepohon
tersebut untuk melihat keberadaan anaknya yang ternyata masih aman bemain
disana. Setelah beberapa waktu dengan kesibukannya mencuci pakaian, gadih
Dumbai kembali mengarahkan pandangan ke anaknya, alangkah kagetnya dia ketika
tidak lagi bisa melihat keberadaan sang anak.
Timbul rasa cemas dihatinya, dan segera
naik ketepian memanggil manggil nama anaknya. Berulang kali dia berlari kehilir
dan kehulu untuk mencari keberadaan sang anak, namun tidak membuahkan hasil. Sampai
menjelang Ashar, dengan putus asa gadih Dumbai berlari ke Kampung Koto Kocik,
untuk meminta pertolongan. Suaminya yang baru pulang dari ladang langsung
membunyikan Ketontong untuk mengumpulkan warga. Semua warga akhirnya berkumpul,
dan mulai secara bersama menyisir sungai rokan untuk menemukan anak Datuk
Bendaharo tersebut. Hingga sampai malam, usaha yang mereka lakukan tetap
sia-sia. Setelah lelah mencari kemana-mana namun tidak membuahkan hasil, warga
sepakat akan meneruskan pencairan besok pagi. Pada malam harinya adalah salah
satu warga yang merupakan orang pintar bermimpi bahwa anak datuk Bendaharo
tersebut telah dibawa oleh Ulek Bidai penunggu sungai rokan. Ulek Bidai adalah
sejenis makhluk halus berbentuk ular dengan badan pipih dan lebar dan ber corak
seperti tikar. Ulek bidai ini yang diyakini
sebagai penunggu lubuk sungai rokan yang dekat dengan tepian tempat
mencuci pakaian tersebut.
Sejak kejadian itu, anak datuk Bendaharo
tersebut tidak pernah ditemukan lagi, dan sungai rokan tempat mencuci tersebut
diberi nama “ Lubuk Bendaharo “. Setelah kampung mulai berkembang sampai ke
tepian sungai tersebut akhirnya Koto Kocik berubah nama menjadi Lubuk
Bendaharo.
Komentar