MANUSIA CINAKU DI SUNGAI TAMPAK
Pagi itu Tumpie dan istrinya berangkat menuju dunia manusia setelah tadi malam menceritakan niat mereka untuk mulai menetap di dunia manusia kepada kedua mertuanya. Dengan membawa perbekalan yang telah disiapkan, akhirnya mereka sampai di gerbang penghubung dunia bunian dan dunia manusia. Mereka berjalan sesuai arah kaki melangkah, tampaknya tujuan mereka bukanlah kampung Tonang. Istri Tumpie tampaknya patuh pada suaminya tanpa banyak bertanya kemana sang suami membawanya pergi.
Setelah jauh berjalan menyusuri lebatnya hutan Suligi, tampak kepulan asap yang muncul dari sebuah lembah.
Tumpie berkata pada istrinya, Piah disana kayaknya lembah Semboyak ya???
Tanpa memberi istrinya kesempatan menjawab.
" Piah, kita kan sedang mencari cari tempat menetap yang ada sungainya, mungkin disana ada, seru Tumpie kemudian
Ya bg, Piah ikut aja, jawab istrinya.
Bagaimana kalau kita menuju kepulan asap dilembah itu bg??, Mana tau disana ada sungai, biasanya asap seperti itu, adalah akibat ada orang yg membakar lahan untuk membuat ladang, dan mereka pasti memilih lokasi ladang dekat dengan sungai kata Piah selanjutnya.
Baiklah, mari kita coba cek disana, jawab Tumpie
Dengan bersemangat mereka berdua, berjalan menuju lembah tersebut. Lembah yang tadi kelihatannya dekat, ternyata cukup jauh juga, posisi matahari sudah berada tepat di atas kepala, padahal ketika tadi memutuskan menuju lembah, matahari masih condong ke timur.
Gimana Piah? Capek, kata Tumpie, kalau capek kita istirahat sejenak.
Ah , Ndak bg, jawab Piah, lagian tu di depan, sudah nampak sumber asap tadi.
Benar saja di depan mereka terhampar, lahan siap dibakar, masih tampak ada bara api di beberapa batang dan tonggak kayu yang berserakan di lahan tersebut. Tanah tampak menghitam akibat abu pembakaran tersebut. Tepat di tengah lahan itu tampak sebuah gubuk dari kayu. Sambil terus melangkah mereka menuju gubuk tersebut, tampak sesekali Piah harus menyingsingkan kainnya agar mudah melangkahi dan melompati beberapa bekas tebangan pohon yang tak habis dimakan api. Kadang juga dia harus di bopong suaminya jika batang kayu tersebut agak besar.
Sampai dekat gubuk, tampak sekumpulan keluarga sedang istirahat makan pisang goreng. Mereka terdiri dari sepasang suami istri dan dua anak laki laki yang masih kecil. Seketika bulu kuduk Tumpie merinding, ketika keluarga tersebut memandang dia dan istrinya dengan curiga dan dengan tampang sinis.
Hati hati bg!! Bisik istrinya, mereka adalah manusia cinaku..
Seketika Tumpie tersadar, setelah tadi sesaat seakan terhipnotis melihat ada manusia seperti itu. Perawakan kulit agak sedikit gelap dari orang biasa, kedua alisnya menyatu, dan tidak ada lekukan diatas bibir mereka. Konon kabarnya manusia cinaku adalah manusia jadi jadian. Setiap bulan purnama secara turun temurun mereka akan berubah menjadi harimau. Itu adalah kutukan untuk mereka yang tidak bisa dielakkan selama beberapa generasi. Karena itu mereka cendrung hidup jauh dari keramaian.
Dengan sedikit membungkuk, akhirnya Tumpie memulai percakapan.
Maaf pak,, saya adalah Tumpie, dan ini istri saya Piah, kebetulan kami lewat ladang bapak, rencananya kami juga mau mencari tempat menetap di lembah ini.
Kalau bapak tidak keberatan, maukah bapak menunjukkan dimana kira kira kami bisa membuka lahan disini, kalau bisa yang ada sungainya, kata Tumpie selanjutnya.
Dengan wajah datar dan masih dengan wajah sinis serta tanpa bersuara, orang tersebut tampak menunjuk ke salah satu sudut bekas ladangnya.
Tumpie dan istrinya saling berpandangan melihat reaksi orang tersebut, namun akhirnya mereka tetap berjalan menuju arah yang di tunjuk orang tersebut dengan mengucapkan terima kasih sebelumnya.
Setelah sampai di ujung ladang, mereka mendengar ada bunyi gemericik air. Bang,..!! tampaknya ada sungai disana, kata istri Tumpie sambil menunjuk arah bunyi air.
Iya Piah, tampaknya ada sungai.. jawab Tumpie penuh semangat, mari kita kesana,.. katanya lagi.
Setelah lanjutnya berjalan, sungai tampaknya... Sungai tampak nya, seru Tumpie
Iya.. bang!!! Sungai..., Mari kita kesana bang,!! Jawab Piah
Setibanya di pinggir sungai itu, Tumpie menurunkan perbekalannya, dan berjalan menuju sungai untuk mengambil air dengan menggunakan gayung yang dibawa. Lalu dia dan istrinya istirahat sejenak sambil meminum air sungai tersebut untuk melepas dahaga.
Setelah badan terasa ringan, tampak Tumpie mulai menebang beberapa batang kayu yang ada disekitar sungai untuk dibuat gubuk. Piah juga tampak mengeluarkan beberapa peralatan dapur, dan mulai memasak sesuatu. Keduanya tampak sibuk dengan kegiatannya masing masing. Menjelang matahari tenggelam, Tumpie berhasil membangun sebuah gubuk untuk dirinya dan istrinya menetap.
Setelah selesai makan malam, Tumpie dan istrinya duduk diteras gubuk berbentuk rumah panggung yang berhasil dibuatnya tadi siang .
Piah,,!! Kata Tumpie pada istrinya, kita menetap disini ya?? Besok saya akan mulai membuka Banja (hamparan ladang) untuk dibuat ladang padi. Lokasi disini bagus nampaknya, ini sesuai dengan tujuan kita untuk menetap dan berladang di pinggir sungai.
Ya bang,, jawab Piah , biar mudah kedepannya memberi tahu Abah dan omak dikampung bunian tempat ini kita beri nama Banja "Ladang Sungai Tampak" , lembah Semboyak.
Iya Piah, setuju... jawab Tumpie, kita beri nama Banja Ladang Sungai Tampak serunya lagi.
Selanjutnya tampak Tumpie sibuk bercerita tentang rencana yang akan mereka lakukan besok, sesekali tampak pula Piah menanggapi dengan tersenyum dan manggut manggut.
Tiba tiba Tumpie teringat akan sosok keluarga yang mereka jumpai tadi siang.
Piah!! Seru Tumpie, kira kira manusia cinaku tadi berbahaya nggak buat kita??
Sebenarnya, mereka bukan orang jahat bang,,, jawab Piah, asalkan tidak diganggu, mereka tak berbahaya, hanya saja kalau bulan purnama mereka tidak bisa mengontrol diri mereka setelah menjadi harimau, makanya kadang kadang bisa memangsa manusia, lanjut Piah kemudian.
Tapi Abang jangan kuatir, manusia cinaku dan bangsa bunian tidak pernah bermusuhan, kami selalu saling menghormati satu sama lainnya.
Orang bunian dan manusia cinaku dulunya satu keluarga. Mereka menjadi manusia cinaku karena melanggar pantangan adat bangsa bunian, sehingga dibuang kedunia manusia, kata Piah selanjutnya sambil menerangkan panjang lebar tentang sejarah keberadaan manusia cinaku di dunia manusia.
Jadi Piah yakin, mereka tidak akan berani berbuat jahat kepada kita, selama kita baik kepada mereka, kata Piah di penghujung cerita.
Seiring dengan berjalannya malam, dan mata mulai mengantuk akibat seharian kelelahan berjalan dan beraktivitas tampak Tumpie dan istrinya selanjutnya masuk ke gubuk mereka untuk beristirahat.
Komentar