DATUK GODANG CINCIN
DATUK
GODANG CINCIN
Sebuah hamparan air danau yang berwarna
jernih kehijauan terlihat indah dengan adanya latar belakang pemandangan bukit
suligi yang diisi oleh hutan belantara. Bias bayangan pepohonan didalam air
danau akibat pantulan cahaya matahari menambah indahnya suasana utara danau seakan
menyuguhkan sebuah lukisan yang alami. Jika dilihat keselatan tampak pula dari
kejauhan perkampungan penduduk yang berada di dataran yang sangat tinggi,
seakan bersaing dengan tingginya puncak bukit suligi. Atap rumah dari daun
rumbia tampak muncul satu dua buah diantara rimbunnya tanaman yang ada
dipekarangan penduduk tersebut. Karena saking tingginya perkampungan itu, jika
sebuah perahu merapat, maka kepala harus tengadah atau melonggak (dalam bahasa melayu rokan) agar bisa
melihat jalan kearah kampung tersebut. Mungkin karena inilah orang sekitar
menamakannya bukit langgak.
Tiba tiba tampak sebuah perahu yang
didayung seseorang dari sebuah tepian yang ada dibukit langgak tersebut. Dari bentuk
pakaiannya dan sebuah caping yang menutupi kepalanya dari sengatan cahaya
matahari, dan didalam sampannya ada peralatan untuk menangkap ikan bisa
disimpulkan dia adalah seorang nelayan. Sampan tersebut tampak melaju menuju tepian
sebelah barat yang berisi hamparan batu kerikil bercampur tanah yang gersang
dan hanya bisa ditumbuhi oleh tanaman perdu berduri dan ilalang. Setelah lama
berlayar terlihat sampan tersebut telah sampai ketujuan dengan disambut oleh
ratusan burung belibis yang terbang berhamburan. Karena sering didiami kawanan
burung belibis orang menyebutnya pematang belibih atau pematang i-ten belibih
lalu disingkat pematang ten-bih dan
lambat laun menjadi pematang tebih. (i-ten/ten
dalam melayu rokan artinya disana).
Seseorang
dengan cekatan tanpak melompat turun dari sampan tersebut dengan sebuah jala
ikan yang disandang dipundaknya. Dia lalu mengambil tali kemudi sampan dan
mengikatkannya disebuah pohon perdu berduri yang tumbuh ditepi tepian danau. Setelah
mengambil ancang-ancang dan melihat sebuah target, dia lalu melemparkan jalanya
kedalam danau yang tidak terlalu dalam ditepian tersebut. Begitu diangkat jala
tersebut, tampak warnanya berubah memutih akibat pantulan cahaya matahari dari
ribuan sirip ikan berukuran besar yang tersangkut didalam jala. Wajar saja
danau ini bernama “ Danau Seseak Jalo”, batin orang itu, sekali lempar saja
sudah cukup untuk memenuhi pesanan dan masih ada sisa pula untuk dibawa pulang.
Dia
adalah datuk godang cincin, entah darimana dia mendapat gelar tersebut, jika
dilihat dari cincin yang dipakai ditangannya tidak ada yang aneh. Cincin yang
tersemat ditangannya berukuran normal, tidaklah besar atau godang dalam bahasa
melayu rokan. Begitu juga jika dilihat dari perawakan tubuhnya selain kulit
yang sudah mulai keriput termakan usia, tidak ada yang istimewa, semuanya
terlihat biasa sesuai dengan standar ukuran orang normal pada umumnya. Kepergiannya kali ini menjala ikan adalah
untuk memenuhi pesanan dari Nenek Kayo Ando yang berada di kampung Pematang
Puti. Kabarnya Kampung Pematang Puti akan dikunjungi oleh seorang pangeran dari
kerajaan siak sehingga dalam rangka menyambut pangeran tersebutlah dia memesan
banyak ikan kepada Datuk Godang Cincin.
Satu
persatu ikan tangkapan, dikemas Datuk Godang Cincin kedalam sampannya, karena
saking banyaknya ikan yang ditangkap, tampak sampan mulai semakin tenggelam
seiring dengan bertambahnya jumlah ikan yang dimuat, hingga air mendekati tepi
bagian atas sampan. Sekilas dilihat, jika ditambah dengan bobot berat badan Datuk
Godang Cincin yang nantinya akan ikut masuk kedalam sampan, bisa dipastikan
sampan akan tenggelam. Namun ternyata diluar dugaan ketika tiba-tiba Datuk
Godang Cincin membuka cincin yang tersemat ditangannya dan melemparkannya
kedalam danau, begitu menyentuh air danau cincin tersebut mengembang seperti
balon dan langsung berubah menjadi sebuah pelampung besar, dan dengan tali
kemudi sampan, Datuk Godang Cincin mengikatkan pelampung jadi-jadian tersebut
kebagian bawah sampan, sehingga sampan menjadi ikut mengapung.
Setelah
merasa yakin ikatan sampan pada pelampung cukup kuat, barulah Datuk Godang
Cincin menaiki sampan dan bersiap menuju Pematang Puti disebelah timur danau tempat
Nenek Kayo Ando berada. Ada yang berbeda kali ini, kalau tadi tampak ketika
berangkat sampan berjalan lambat, namun setelah adanya tambahan pelampung
jadi-jadian sampan melesat dengan sangat cepat. Tak sampai habis sebatang rokok
yang terhisap di bibir Datuk Godang Cincin, sampan telah sampai ketepian
Pematang Puti. Sesampainya ditepian, Datuk Godang Cincin menyapa seorang gadis cantik
jelita yang kebetulan baru saja selesai mandi.
Puti..!!
sampaikan samo omak, ko ikannyo lah ku baok,,, (artinya tolong sampaikan pada ibumu ikan pesanannya telah datang)
Yolah,
Tuk,,, beko sampai di umah kusampaikan (Baik
datuk, nanti sampai dirumah akan kusampaikan pada ibu). Jawab gadis itu
yang ternyata adalah Puti Bulan anak tertua dari Nenek Kayo Ando.
Tak
berapa lama setelah kepergian Puti Bulan, datang beberapa pengawal Nenek Kayo
Ando untuk mengambi ikan yang dibawa. kemudian semua ikan dibongkar oleh
pengawal tersebut lalu pergi dengan meninggalkan beberapa uang receh, selanjutnya
Datuk Godang Cincin membuka ikatan pelampung dan mengangkatnya dari dalam air
danau, dan begitu keluar seketika pelampung tersebut berubah kembali menjadi
bentuk semula yaitu sebuah cincin, dan menyematkan cincin tersebut kembali
ketangannya. Dengan santai lalu Datuk Godang Cincin mendayung sampan menuju
gubuknya di Bukit Langgak.
Komentar