KAMPUNG BUNIAN BUKIT SULIGI


KAMPUNG BUNIAN BUKIT SULIGI

        Pagi itu dengan bersemangat Tumpie berjalan menuruni sebuah lembah di perbukitan bukit suligi. Lebatnya tajuk pepohonan yang mengisi hutan suligi membuat sinar mentari tidak bisa langsung mencapai permukaan tanah.  Bermacam tumbuhan saling bersaing tinggi agar bisa mendapatkan sinar mentari sebagai sumber fotosintesis. Yang kalah bersaing kelihatan kerdil dan tak bisa tumbuh normal.

Tampak pula daun dan ranting pepohonan yang gugur dan sebagian telah lapuk menjadi sumber nutrisi bagi tumbuhan penghuni hutan. Bunyi jangkrik dan kicau burung, menjadi musik yang menemani perjalanan Tumpie. Tak sabar rasanya ia segera berjumpa dengan istrinya “Piah” Putri Suligi, sudah dua minggu ini dia meninggalkan kampung bunian karena menolong penduduk kampung Tonang dari teror Nenek Gargasi. Seperti biasanya kali ini dia tetap membawa peralatan seperti orang sedang pergi memasang perangkap kijang, guna untuk menutupi kepergian yang sebenarnya adalah untuk masuk kampung bunian dan bertemu istrinya.

Orang kampung Tonang selalu menganggap Tumpie masuk hutan untuk memasang perangkap kijang, akan tetapi sebenarnya sejak kejadian itu, dia telah mengubah niatnya tidak lagi mencari kijang, tetapi untuk menemui istrinya yang sangat cantik jelita. Tanpa mengindahkan rasa haus dan lelahnya tampak Tumpie tetap melanjutkan perjalanannya diantara pepohonan yang kelihatannya sama.

Mungkin bagi orang biasa sudah tersesat dihutan ini, tapi tidak bagi Tumpie yang sudah sangat familiar dengan kondisi hutan suligi. Tak sampai sepeminuman teh, tampak sebuah batang beringin yang sangat besar dan tumbuh menjulang tinggi sehingga terlihat dominan diantara lebatnya pepohonan yang lainnya.

Pohon beringin ini adalah pertanda bahwa sebentar lagi Tumpie akan sampai ke kampung bunian. Begitu kakinya melangkah disalah satu akar yang ada di pohon beringin tersebut, tampak Tumpie seperti merapal sesuatu, dan seketika muncul sebuah pintu gerbang yang cukup besar dan indah. Tanpa ragu Tumpie langsung melangkahkan kakinya kedalam gerbang tersebut dan begitu kedua kakinya telah diinjakkan kedalam gerbang, tiba tiba gerbang beserta tumpie langsung menghilang dari pandangan mata.

Ternyata Tumpie telah pindah ke alam kampung bunian. Di depan Tumpie terhampar sebuah jalan diantara hamparan sawah yang telah menguning. Tampak banyak penduduk kampung yang sedang sibuk beraktivitas di kaplingan sawahnya masing masing. Ada juga gerombolan anak-anak yang sedang bermain dan berlarian di sebuah pematang sawah. Disudut yang lain tampak pula beberapa wanita yang sedang menumbuk padi. Ada pula seorang lelaki yang sedang mengembalakan ratusan ekor bebek petelor.

Semuanya tampak asri dan menyejukan mata. Sepertinya pemandangan kehidupan di kampung bunian jauh lebih indah daripada kehidupan kampung Tonang. Sepanjang perjalanan Tumpie selalu disambut dengan senyuman ramah oleh siapa saja yang dijumpainya. Tidak ada yang tampak aneh disini,  kecuali semua penduduknya tampak cantik dan tampan serta berusia muda. Tidak ada orang tua disini, dari perawakan tubuh mereka, usia penduduk kampung ini tampaknya tidak lebih dari 40 tahun baik yang laki laki ataupun yang perempuan.  

Setelah melewati sebuah jembatan penyebrangan yang terbuat dari bambu di sungai kecil yang airnya sangat jernih, Tumpie lalu memasuki sebuah perkampungan yang tertata rapi ditengah rimbunnya pohon buah buahan yang ditanam di pekarangan dan memiliki bentuk rumah yang sama persis. Atap dari rumbia, dindingnya dari bambu, pagar dan luas lahan pekarangan sama, dan setiap rumah terdapat sebatang pohon bunga tanjung.

Setelah jauh berjalan memasuki perkampungan tersebut tampaklah satu bangunan yang berbeda, yaitu sebuah bangunan besar di ujung jalan dengan latar perbukitan yang hijau, disisi kiri terdapat sebuah danau dan disisi kanannya sebuah hamparan sawah dengan letak yang agak terpisah dari perumahan lainnya. itulah dia rumah penghulu kampung bunian tempat istrinya berada.        Setelah dilihat dari dekat, bangunan ini memang sangat berbeda dari yang lain. Selain besarnya yang sepuluh kali lipat dari rata rata perumahan yang dilewati, juga berlantai dua dan terbuat dari batu pualam.

Selangkah demi selangkah Tumpie berjalan diantara indahnya taman yang terdapat pada sisi jalan yang dilalui dihalaman rumah atau tepatnya istana itu. Diteras rumah tampak telah menunggu seseorang wanita yang jelita diantara para dayangnya. Itulah Piah Putri Suligi yang rupanya telah mengetahui kedatangan Tumpie suaminya. Sambil tersenyum sang istri berjalan menyambut sang suami dengan menyalami dan menyium tangannya.

Apa kabar bg..?? ayo masuk biar Piah buatkan minum,, katanya sambil meggandeng tangan Tumpie.

Tumpie tampak hanya tersenyum, dan mengikuti istrinya masuk kedalam istana itu..

Abah mana sama mak kemana?? Kok sepi ?? kata Tumpie kemudian, sambil merebahkan pantatnya di salah satu kursi yang terdapat di pojok sebuah ruangan.

Oooo, kalau mak sama dayang nampin ke ladang, lihat sawah yang katanya sebentar lagi mau panen sekalian ke pasar untuk belanja beberapa keperluan, sedangkan abah dengan beberapa pengawal dari tadi pergi kelembah Semboyak, kabarnya ada hutan disitu hampir habis dibabat orang dari golongan manusia. Jawab Piah sambil duduk tepat di sebelah suaminya.

Abang tahu sendiri kan??? Kalau hutan suligi adalah tempatnya kampung bunian ini, apalagi pohon beringin tempat abang masuk tadi adalah gerbang penghubung antara dunia bunian dan dunia manusia. Kalau sampai itu juga ditebang, maka abang tak bisa lagi keluar ke dunia manusia, kata piah selanjutnya.

Memang kita masih jauh sih,,.. dari lembah Semboyak, namun abah tampaknya sangat kuatir, kalau nanti pembabatan hutan sampai ke wilayah kita ini. Apalagi abah masih sering keluar masuk dunia manusia untuk belajar agama sama Ongku Nan Elok, seorang khalipah dari Koto Ranah, kalau seandainya beringin itu ditebang..., ntah bagaimana jadinya..???

Tumpie, tampak hanya manggut manggut dan sesekali tersenyum menanggapi istrinya yang cerita panjang lebar tentang hubungan hutan suligi dan kampung bunian. Sembari mendengarkan Piah yang sibuk bercerita, Tumpie menyandarkan kepalanya kepundak istrinya itu. Ntah karena kelelahan akibat jauh berjalan, ntah karena pingin bermanja melepas rindu terhadap istrinya atau karena terhanyut mendengar dongeng sang istri, tanpa disadari Piah tampak Tumpie telah tertidur manja.

Oooo  alah abang,,,....!! seru Piah begitu tersadar ternyata suaminya sudah tertidur,, Capek Piah ngomong,, rupanya abg tidur,, katanya lagi..

Ayoo istirahat dikamar aja,, kata Piah sambil membimbing tangan suaminya menuju sebuah bilik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POTONG EKOR IKAN JUARO MENGELUARKAN BAU KOTORAN MANUSIA

SIHIR ILMU TINGGAM IKAN PARI SUNGAI ROKAN

MENGENAL IKAN PERAIRAN KABUPATEN ROKAN HULU PART 1

Adat Meninggikan Kuburan

MANCING IKAN PATIN SUNGAI ROKAN UMPAN BAKWAN

MENGENAL IKAN PERAIRAN KABUPATEN ROKAN HULU PART 8