LABI BERTUAH DAN DANAU SULIGI
Labi Bertuah dan Danau Suligi
Semburat cahaya mentari bersinar terang menembus
lebatnya tajuk pepohonan dan dedaunan hutan Bukit Suligi. Hujan lebat dimalam
itu, membuat suasana udara pagi terasa segar, ditambah lagi bunyi desiran angin
dan gemericik air sungai , yang mengalir deras seakan tak terpengaruh oleh
banyaknya batuan cadas yang menghalangi, bahkan menambah indahnya suasana alam
dengan adanya tujuh tingkatan bebatuan tersebut, bak lukisan alam nyata yang
menyuguhkan air terjun tujuh serangkai. Tampak sepasang burung Murai Batu, yang
berkicau silih berganti diatas batuan cadas yang terdapat ditengah aliran
sungai yang agak dangkal. Dibawahnya bebatuan halus berkilau kilau akibat
tertimpa sinar mentari. Nun jauh diujung sungai tampak bukit Suligi, dengan ciri khas sebatang beringin tua yang
tumbuh tinggi menjulang, yang dihinggapi kumpulan burung Enggang dengan suara
yang memekak kan telinga.
Tak berapa kemudian tampaklah sebuah sampan tengah
didayung oleh seorang tua renta, kulit hitam legam, badan kurus kerontang,
hanya menggunakan cawat tanpa baju dan sebuah caping yang menutupi tubuhnya
dari terik sinar mentari. Tuk Tumpie, ya orang
kampung memanggilnya dengan sebutan tersebut. Tuk artinya Datuk atau orang yang sudah tua, sedangkan
Tumpie adalah namanya sendiri, dan dia adalah orang pertama
yang membuka hutan dan membuat ladang di kaki bukit suligi tersebut. Memang
tak banyak warga yang ada kampong itu, bisa di hitung dengan jari, hanya sekitar 6 Keluarga.
Pagi sebagaimana biasa, Tuk Tumpie sedang
menjenguk jaring ikan yang ditahannya semalam. Jaring ikan yang di pasangnya
membentang, menyilang searah arus sungai itu. Biasanya
jaring Tuk Tumpie tak pernah kosong, dan selalu terisi oleh banyaknya
ikan sungai yang terjebak dari berbagai jenis ikan, seperti paweh,
Subhan, barau, kopiek, baung dan lain lain. Hasil tangkapannya ini nanti akan
dijual kepada musafir dari pendalian yang menuju Ujungbatu, yang singgah di
warungnya di pinggir sungai yang di
kelola oleh istrinya Ciek Piah. Ikan bakar Ciek Piah sangat terkenal, selain
letaknya yang strategis, suasana alam yang asri, juga masakannya terasa lezat
dan nikmat, sehingga seakan menjadi menu wajib musafir ketika rehat sebelum
melanjutkan perjalanan baik dari Ujungbatu pendalian ataupun sebaliknya.
Setelah mendayung jauh sampai ke hulu sungai, mengangkat jaringnya yang ke 5 terdengar
sumpah serapah Tuk Tumpie, karena belum
ada satu pun ikan yang terjebak di jaring yang dipasangnya di lima titik didalam sungai itu, dan ini adalah jaring yang terakhir. Biasanya
setelah hari hujan, ikan akan berkeliaran mencari makan dan itu akan sangat
membantunya untuk membawa banyak tangkapan ikan. Akhirnya, tampak
olehnya pelampung jaringnya bergerak gerak yang biasanya menandakan ada ikan
yang tersangkut disana. Dengan dada berdebar Tuk Tumpie mengangkat
jaringnya, namun betapa kecewanya dia karena yang menyangkut hanyalah seekor labi berwarna keemasan yang sepertinya habis kekenyangan yang tergulung didalam jaringya.
Rasa kesal tak mendapatkan tangkapan ikan membuatnya
ingin menumpahkan amarahnya ke labi yang terjerat ke jaringnya tersebut. Di ambilnya parang
yang terselip di pinggangnya , dan dengan mengayunkan lengan penuh kekesalan
ditebasnya labi tersebut, namun sebelum mencapai sasaran Tuk Tumpie dikagetkan oleh suara labi yang bisa
bicara dan mohon ampun.
Ampun... Tuk!!!, jangan
bunuh aku, tolong jangan bunuh aku.....
Parang yang di tangan Tuk Tumpie
terlepas seketika, wajahnya yang tadi kesal tidak mendapatkan tangkapan ikan
berubah pucat pasi, langkah kaki tersurut kebelakang dengan badan yang
gemetaran.
Ssssseetan....!!!, katanya dengan gelagapan.
Jangan takut Tuk.., kata labi tersebut, saya adalah penunggu Danau Suligi ini.
....Ssseetan,,
bagaimana aku bisa percaya padamu kau bukan Sesetan,,,, bagaimana kalau kau
mencelakai ku, kata Tuk Tumpie masih
gelagapan.
Aku mohon maat tuk, telah merusak
jaring iakn dan memakan tangkapanmu, kata labi itu..., sebagai balasan kebaikan
jika kau melepaskan ku, maka kelak engkau tidak perlu lagi bersusah payah
sampai kehulu sungai ini,, memasang jaring ikan, sahut labi tersebut
selanjtnya.., saat ini tolong lepaskan aku...,
Tanpa banyak bicara lagi seperti
terkena hipnotis akhirnya Tuk Tumpie melepaskan labi tersebut...,
Terima kasih tuk, kata labi...,
mulai besok pagi sekitar rumah tuk tumpie akan menjadi danau, sehingga datuk
tak perlu bersusah payah mencari ikan kemari lagi ,, kata labi sambil
menghilang kedalam derasnya arus sungai.
Dengan perasaan takut dan juga
kecewa akhirnya Tuk Tumpie kembali kerumah, menghiliri sungai tanpa membawa
tangkapan ikan satupun. Kemudian singkat cerita dia menceritakan kejadian yang
baru dialami kepada istrinya Ciek Piah, dan waktu terus berlalu hingga malam
tiba. Singkat cerita setelah bangun dari tidurnya mereka berdua melihat sekitar
rumah telah terhampar danau yang luas yang sampai saat ini diberi nama Danau
Suligi, mungkin karena berada di kaki bukit Suligi.
Komentar