HUKUM ADAT TENTANG ZINA

 

HUKUM ADAT PERBUATAN ZINA


Zina adalah perbuatan persetubuhan antara laki laki dan perempuan yang tidak diikat oleh ikatan pernikahan yang syah. Zina ini mencakup segala aktivitas aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia. Dalam agama Islam perzinaan termasuk kategori dosa besar dimana pelaku Zina dibagi menjadi dua kategori yaitu pelaku yang sudah pernah menikah dan pelaku yang belum menikah. Pelaku zina akan mendapatkan hukuman yang sangat berat dalam agama Islam. Menurut agama Islam hukuman untuk para pezina adalah sebagai berikut:

·         Jika pelakunya sudah menikah melakukannya secara sukarela (tidak dipaksa atau tidak diperkosa), mereka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam.

·         Jika pelakunya belum menikah, maka mereka didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.

Walaupun Kabupaten Rokan Hulu berjuluk Negeri Seribu Suluk yang menggambarkan sebuah Kabupaten dengan masyarakat yang memegang teguh syariat Islam, namun tidak bisa menegakkan Hukum Islam dalam menindak pelaku zina, karena zina telah diatur dalam Hukum Positif Negara Indonesia yang mengatur tentang Perzinaan yaitu pasal 284 KUHP. Dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dijelaskan bahwa yang terancam pidana jika yang melakukan zina adalah salah seorang dari wanita atau pria atau kedua-duanya dalam status sudah kawin.

Hukum di Indonesia tidak menganggap suatu aktivitas seksual adalah perbuatan zina ketika pelakunya adalah pria dan wanita yang sama-sama berstatus belum kawin atau menikah. Jika Zina dilakukan dengan sukarela (suka sama suka) maka pelaku tidak perlu dikenakan hukuman. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dan hanya menyinggung hubungan individu tanpa menyinggung hubungan masyarakat. Dengan demikian, perbuatan zina menurut hukum di Indonesia baru dianggap sebagai suatu tindak pidana dan dapat dijatuhkan hukuman ketika hal itu melanggar kehormatan perkawinan dan ada pihak korban yang melapor dengan ancaman 9 bulan penjara.

Jika tidak menyinggung kehormatan sebuah ikatan perkawinan, maka dalam hukum di Indonesia bukanlah perbuatan zina selama dilakukan atas dasar suka sama suka. Jika ada pemaksaan  berarti deliknya adalah pemerkosaan yang diancam dalam KUHP dalam bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan, Pasal 284-289 KUHP menyebutkan, jika : 

·  Ada izin (consent) dari wanita yang disetubuhi.

·  Wanita tersebut tidak sedang terikat perkawinan dengan laki-laki lain.

·         Wanita tersebut telah cukup umur secara hukum.

·  Wanita tersebut dalam keadaan sehat akalnya, tidak pingsan, dan mampu membuat keputusan.

Maka hubungan persetubuhan yang  termasuk dalam kriteria di atas tidak dapat dipidana. 

Generasi sekarang semakin jauh dari nilai keagamaan dan ditambah dengan adanya efek negatif dari media digital, membuat terjadinya Dekadensi moral. Dekadensi moral merupakan pengikisan jati diri yang terkait dengan merosotnya tentang nilai-nilai keagamaan, nasionalisme, nilai sosial budaya bangsa dan perkembangan moralitas individu. Salah satu bentuk dekadensi moral adalah perzinahan. Secara adat di Bumi Melayu Rokan, tindakan perzinahan adalah tindakan yang sangat tercela dan mengganggu ketenangan dan kenyamanan masyarakat.

Berdasarkan kearifan lokal yang diwariskan turun temurun, Zina tidak hanya bermudharat bagi pelaku namun juga bagi masyarakat sekitar di tempat kejadian. Jika terjadi perzinahan di suatu tempat, maka 40 buah rumah disekeliling tempat kejaidan tersebut diyakini terancam akan mendapatkan bala atau musibah.  “ Adat yang bersendi Syarak dan Syarak Yang bersendi Kitabullah” , menggambarkan bahwa masyarakat adat sangat anti dengan perzinahan, karena dasar adat di Bumi Melayu Rokan adalah syariat Islam yang mengkategorikan Zina sebagai dosa besar. Rumitnya delik perzinahan dalam hukum positif negara Indonesia bertentangan dengan keinginan masyarakat yang ingin memberantas perzinahan di Bumi Melayu Rokan.

Selama ini masyarakat menjatuhkan hukuman terhadap pelaku perzinahan berdasarkan kesepakatan dan kebiasaan yang berbeda dari waktu ke waktu disetiap tempat. Beberapa hukuman secara kebiasaan yang lazim dilakukan untuk pelaku perzinahan adalah :

1. Di mandikan dan diarak keliling kampung

2.   Di denda

3.   Di nikahkan

4.   Di usir keluar kampung

Poin poin hukuman diatas dimaksudkan untuk membuat jera pelaku yang dalam aplikasinya diterapkan secara berbeda oleh suatu daerah. Ada daerah yang menerapkan semua poin tersebut secara bersaman dan adapula yang hanya menerapkan sebagian. Begitu juga untuk hukuman dalam bentuk denda, terdapat perbedaan untuk setiap daerah kadang didenda 1 ekor kambing, kadang semen, kadang dalam bentuk uang dan lain sebagainya.

        Sebenarnya hukuman perzinahan secara adat adalah sebuah jawaban ketika hukum positif tidak bisa menampung aspirasi seluruh masyarakat bangsa Indonesia yang multi kultural dan hukuman secara syariat islam tidak bisa diterapkan. Zina mungkin perbuatan tercela di Bumi Melayu Rokan, namun bisa jadi bukan sesuatu yang diharamkan didaerah lain. Untuk itu sebagai wilayah yang agamis setiap Lembaga Kerapatan Adat yang ada di Kabupaten Rokan Hulu perlu membuat regulasi yang menjadi sebuah legitimasi bagi masyarakatnya untuk menerapkan hukuman perzinahan secara adat. Diharapkan jika ada sebuah kepastian hukuman secara adat bagi masyarakat dalam menindak pelaku zina, maka pembiaran sosial yang berdampak terhadap semakin rusaknya akhlak masyarakat bisa berkurang atau bahkan hilang. Kepastian hukum tentang perzinahan secara adat juga akan menampung aspirasi masyarakat Rokan Hulu yang anti perzinahan dan akan membuat masyarakat tidak gamang untuk menindak pelaku perzinahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POTONG EKOR IKAN JUARO MENGELUARKAN BAU KOTORAN MANUSIA

SIHIR ILMU TINGGAM IKAN PARI SUNGAI ROKAN

MENGENAL IKAN PERAIRAN KABUPATEN ROKAN HULU PART 1

Adat Meninggikan Kuburan

MANCING IKAN PATIN SUNGAI ROKAN UMPAN BAKWAN

MENGENAL IKAN PERAIRAN KABUPATEN ROKAN HULU PART 8