PENABALAN GELAR ADAT DALAM LUHAK ROKAN

PENABALAN GELAR ADAT DALAM LUHAK ROKAN

Rumah Adat Melayu Rokan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  Penabalan artinya adalah pengumuman penobatan raja atau penobatan. Sedangkan Gelar Adat adalah merupakan suatu simbol yang diberikan oleh suatu kelompok kepada seseorang atau kelompok sebagai tanda seseorang atau kelompok tersebut diakui keberadaannya dalam masyarakat. Setiap Gelar adat yang diberikan akan memiliki makna tesendiri bagi masyarakat sehingga dalam pelaksanaan pemberian gelar harus dilakukan dengan upacara adat. Dengan demikian “Penabalan Gelar Adat”  yang dimaksdukan disini artinya Pengumuman penobatan seseorang yang akan di beri gelar adat atau simbol secara adat sebagai pengakuan atas keberadaannya ditengah masyarakat yang memiliki makna tersendiri dalam masyarakat tersebut.

Jika bicara tentang penabalan gelar adat dalam Luhak Rokan, maka sejarah penabalan gelar adat dimulai pada masa pemerintahan Raja Rokan kedua yaitu Tengku Panglima Raja yang memerintah dari tahun 1381 – 1454 M. Dalam masa pemerintahannya populasi penduduk semakin banyak, ada yang datang berkelompok dan ada yang datang perorangan. Yang datang berkelompok seperti dari Rao dan Padang Panjang yaitu suku melayu, peliang dan caniago, kemudian dari Koto Benio Tinggi yaitu suku Moniliang dan mais.  Yang datang perorangan dari kampung Muara Tais, Nyaduca dan  kampung lainnya. Semua penduduk pendatang akhirnya membaur dengan suku awal yang datang dari Koto Benio Tinggi sehingga memperkaya keanekaragaman suku di Koto Sembahyang Tinggi selaku Ibukota kerajaan Rokan.

https://shope.ee/20J2akrght

Melihat perkembangan populasi penduduk di Kerajaan Rokan, akhirnya muncul keinginan dari Tengku Panglima Raja untuk mendudukkan orang yang dituakan dalam masing masing suku serta mengambil beberapa hulubalang dalam setiap suku tersebut. Setelah diadakan mufakat yang melibatkan semua perwakilan suku akhirnya Tengku Panglima Raja berubah gelarnya menjadi Tengku Raja Rokan, dan beberapa orang yang dituakan dalam suku diberi gelar adat seperti Datuk Nan Setia, Datuk Singa, Datuk Diraja, dan Datuk Dalam dan Hulubalang yang terpilih juga diberi gelar adat seperti Tupang Muara Puja, Sambal Supih, Tumbang Langit, Elang Laut, Panglima Eping Barantah, Mata Ludah dan Sapu Ranta.

Pada Masa pemerintahan Raja Rokan Ke Empat Sultan Sipedas Padi yang memerintah kerajaan Rokan dari tahun 1519 – 1572 M perkampungan kerajaa tidak hanya terpusat pada Koto Sembahyang Tinggi, tapi telah menjadi empat buah perkampungan yang dikenal dengan IV Koto. Hal ini menyebabkan pemberian gelar adat kepada masyarakat juga semakin di perluas. Selain gelar adat yang diberikan kepada orang yang dituakan dalam setiap suku dan hulubalang yang dipilih dalam setiap kampung, juga diberikan gelar adat untuk pemimpin agama yaitu Imam, Khatib dan Bilal. Selanjutnya di setiap kampung ditunjuk seorang penghulu adat yang membawahi semua suku dan masyarakat dalam kampung tersebut. Gelar adat yang diberikan adalah sebagai berikut ;

1.   Penghulu kampung di Pendalian bergelar Datuk Bendaharo Sakti

2.   Penghulu kampung di Koto Sembahyang Tinggi (Rokan Sekarang) bergelar Datuk Bendaharo Muda

3.   Penghulu kampung di Sikebau bergelar Datuk Bendaharo Rajo

4.   Penghulu kampung di Koto Kocik Lubuk Bendahara  bergelar Datuk Bendaharo Hitam

Pemberian gelar adat untuk penghulu kampung akhirnya berlanjut sampai kepemimpinan raja rokan selanjutnya, sehingga setiap ada pembukaan wilayah perkampungan yang baru akan di dudukkan penghulu kampung disana dan di beri gelar adat. Untuk mendapatkan gelar adat sebagai penghulu kampung

Pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Sakti Mahyudin dari tahun 1603-1645 M atau pada masa pemerintahan Raja Rokan ke enam yang dijemput dari Pagaruyung, terjadi lagi perubahan gelar adat. Penamaan gelar adat di dalam Kerajaan Rokan di sesuaikan dengan gelar adat yang ada di kerajaan Pagaruyung. Gelar Raja Rokan yang sebelumnya adalah “ Sultan” berubah menjadi “Yang Dipertuan Sakti”. Dan Penghulu Kampung yang empat yaitu Datuk Bendaharo Sakti Pendalian, Datuk Bendaharo Muda Rokan Tinggi, Datuk Bendaharo Rajo Sikebau, Datuk Bendaharo Hitam Lubuk Bendahara diperluas kekuasaannya menjadi wakil raja diatas orang orang besar setiap suku dalam perkampungan. Mereka memiliki hak yang sama dalam memimpin dan sebagai penyambung lidah raja disuatu kampung dengan gelar Andiko atau Besar Nan Empat Dibalai.

Pemberian gelar adat untuk penghulu kampung akhirnya berlanjut sampai kepemimpinan Raja Rokan selanjutnya, sehingga setiap ada pembukaan wilayah perkampungan yang baru akan di dudukkan penghulu kampung disana dan di beri gelar adat. Dalam meminta gelar adat dan membuka perkampungan, secara tradisi seorang yang datang menghadap raja akan menyiapkan beberapa barang dan perlengkapan yang akan dibawa yang terdiri dari seekor kerbau, emas 20 emas dan beras secukupnya yang nantinya akan digunakan untuk acara jamuan penabalan gelar adat ketika itu.

 Sejak tahun 1942 atau ketika masa pemerintahan Kerajaan Rokan berakhir dan bergabung menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia, penabalan gelar adat masih tetap dilestarikan oleh masyarakat adat di setiap perkampungan yang menjadi bekas wilayah Kerajaan Rokan. Ada lima macam perihal yang bisa dijadikan dasar dalam pemberian gelar adat dengan kata pribahasa yang berbunyi:

1.   Hidup Bokerelaan.

Hidup Bokerelaan artinya pemberian gelar adat kepada seorang generasi penerus karena sudah uzur atau tuanya seorang yang memiliki gelar adat dengan kesepakatan bersama dalam suatu suku dan di sepakati dalam kerapatan adat.

 

2.   Mati Botungkek Bodi

Mati Botungkek Bodi artinya bila seorang yang memiliki gelar adat meninggal dunia, maka gekar adat tersebut diberikan kepada penerusnya yang diputuskan dalam kesepakatan bersama.

 

3.   Boposuntiang Tanah Merah atau Godang Di Pekuburan

Artinya ketika seorang yang memiliki gelar adat meninggal dunia maka seketika itu juga ditunjuk gantinya di pekuburan, sampai nantinya diadakan pengangkatan resmi dalam upacara adat.

 

4.   Godang Monyusu/Godang Monyimpang

Ini terjadi dalam masyarakat yang sudah berkembang seperti saat sekarang, dimana untuk memudahkan tugas pemimpin adat diberikan gelar adat kepada orang yang patut mendapatkannya atas persetujuan bersama dalam kerapatan adat. Saat ini pemberian gelar adat ini biasanya diberikan kepada seorang pemimpin pemerintah, seorang cerdik pandai yang diakui ketokohannya, dan lain sebagainya dimana orang tersebut dianggap berjasa bagi kampung tersebut.

 

5.   Membuek Kato Nan Baru

Artinya membuat gelar baru bagi seseorang yang datang dari negeri lain dan telah berkembang pada suatu perkampungan diwilayah Luhak Rokan, kemudian mereka datang meminta secara adat kepada lembaga kerapatan adat agar diakui keberadaannya secara adat dan ingin mendapat gelar tersendiri dalam sukunya.

 

Demikianlah sekilas tentang penabalan gelar adat yang sampai saat ini menjadi tradisi di wilayah Luhak Rokan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POTONG EKOR IKAN JUARO MENGELUARKAN BAU KOTORAN MANUSIA

SIHIR ILMU TINGGAM IKAN PARI SUNGAI ROKAN

DAUN BAKUNG BISA UNTUK OBAT DAN MASAKAN

ASAL MUASAL UJUNGBATU ROKAN

MANCING IKAN PATIN SUNGAI ROKAN UMPAN BAKWAN

Makanan Tradisional Rokan Tumis Pucuk Seminyak