UJUNGBATU BAGIAN DARI IV KOTO NYA KERAJAAN ROKAN
UJUNGBATU BAGIAN DARI IV KOTO NYA KERAJAAN ROKAN
Pada
masa pemerintahan Raja Rokan ke – 4 yaitu Sultan Sipedas Padi yang memerintah dari
tahun 1519---1572 M, perkampungan Kerajaan Rokan dengan berbagai
pertimbangan dimekarkan menjadi empat atau yang dikenal dengan istilah IV Koto
yang terdiri dari Rokan, Pendalian, Sikebau dan Koto Kocik Lubuk Bendahara. Sehingga pada masa itu terjadilah program
migrasi penduduk dari kota kerajaan ke perkampungan baru yang telah dibuat.
Eksistensi
perkampungan Kerajaan Rokan di IV Koto ini bertahan sampai pada masa
pemerintahan Raja Rokan yang ke -9 yaitu Yang Dipertuan Sakti Selo. Pada Tahun
1805 M terjadi puncak ekspansi dari Kaum Padri ke kerajaan Rokan yang
menyebabkan hancurnya sistem pemerintahan dan tatanan sosial kehidupan masyarakat
di Kerajaan Rokan. Yang Dipertuan Sakti Selo berserta beberapa keluarga dan
kerabatnya terbunuh pada waktu itu.
Koto
Sibuayo di tinggalkan penduduk mengungsi
ke daerah sungai Kampar sehingga kembali menjadi rimba. Pendalian juga ikut
terkena dampak sehingga harus mengungsi meninggalkan kampung, dan setelah
keadaan kondusif ada yang kembali ke Pendalian ada juga yang tetap di tempat
pengungsian. Koto Kocik Lubuk Bendahara karena jauh terletah di hilir yang
tidak terlalu terkena dampak perang padri. Selama 12 tahun yaitu dari tahun 1805 -1817 M setelah kerusuhan Perang Padri,
IV Koto yang berada diwilayah Kerajaan Rokan, tercerai berai dan berdiri
sendiri. Helm Centro Red Bull Rp.130 Ribu cek dihttps://shope.ee/2fYkv4jOMK
Menurut
catatan sejarah keberadaan Koto Ujungbatu Tinggi ketika itu masih merupakan
bagian dari Koto Kocik Lubuk Bendahara. Pada tahun 1817 M muncul tokoh
pemersatu dari suku moniliang di Pendalian yang benama Datuk Mahuddun Sati yang
mampu mengembalikan kesatuan dan persatuan di wilayah Kerajaan Rokan IV Koto
yang masih tersisa yaitu Pendalian, Rokan dan Koto Kocik Lubuk Bendahara. Selama
20 tahun Datuk Mahuddun Sati di angkat menjadi Pemangku Raja di Kerajaan Rokan.
Pada
Tahun 1837 M, beberapa ahli keluarga Raja Rokan yang selamat kembali dari pengungsian
dimana salah satunya bernama Ahmad. Berdasarkan kesepakatan bersama di
angkatlah Ahmad menjadi Raja Rokan yang Ke – 9 dengan gelar “ Yang Dipertuan
Sakti Ahmad”. Untuk mengembalikan kemashuran dan kejayaan Kerajaan Rokan Yang
Dipertuan Sakti Ahmad mengambil kebijakan memekarkan Koto Ujungbatu Tinggi
sebagai perkampungan yang memiliki wilayah teritorial yang berdiri sendiri dan
terpisah dari Koto Kocik Lubuk Bendahara. Sehingga kebijakan ini mengembalikan
IV Koto yang menjadi simbol Kerajaan Rokan menggantikan Koto Sibuayo telah
menjadi rimba.
Maka
semenjak pemerintahan Yang Dipertuan Sakti Ahmad resmilah Koto Ujungbatu Tinggi
menjadi bagian dari IV Koto nya Kerajaan Rokan dengan penghulu kampung sendiri
yang di beri gelar Datuk Bendaharo Mudo.
Sejarah tentang terjadinya Ujungbatu baca artikel kami di link :https://adatujungbatu.blogspot.com/2015/09/asal-muasal-ujungbatu-rokan.html
Artikel diatas dibuat atas sebuah peristiwa yang terjadi pada Pagi ini. sebagaimana biasa setiap bulan orangtua akan melakukan kunjungan ke SMPN Istek di Pasir Pengaraian. Dan pada hari ini tiba pulalah jadwal kunjungan orang tua tersebut. Dalam mobil di perjalanan dari Pasir pengaraian menuju Ujungbatu, anak laki laki kedua saya yang sekolah di SMPN Istek tersebut bertanya:
" Bah, apa benar Ujungbatu seperti yang diceritakan dalam buku pelajaran kami di SMP ?? ".
( "Bah" itu, sebutan anak saya terhadap saya selaku orang tua. "Bah" adalah singkatan dari kata "Abah" yang artinya bapak atau ayah. Saya dari kecil dengan senang hati mengajarinya memanggil saya dengan kata " Abah ", karena secara tradisi yang diwariskan dari zaman dulu untuk memanggil seorang ayah di Bumi Melayu Rokan lazim dengan sebutan kata "Abah" , ya.... itung itung biar tradisi ini tak hilang, hehe ,,, maka saya mengajarinya memanggil saya "Abah" )
" Apa ceritanya ", Jawab Saya
" Katanya di buku, Ujungbatu dulunya adalah daerah bebas, tidak masuk wilayah kerajaan manapun", Kata Anak saya selanjutnya.
Setelah mendengar apa yang dipertanyakan anak saya, saya menangkap dewasa ini telah terjadi kemiskinan catatan catatan sejarah sebagai rujukan ilmu pengetahuan di daerah Ujungbatu pada khususnya dan mungkin pada Kabupaten Rokan Hulu pada umumnya. Kemiskinan catatan sejarah tersebut membuat semua kejadian masa lalu menjadi kabur.
Informasi tentang sejarah masa lalu yang terputus kepada generasi sekarang menjadi penyebab utama kaburnya sebuah ilmu pengetahuan tentang sejarah. Secara arif orang tua tua dulu telah mengingatkan dengan kata adat yang berbunyi ; " Kato Dahulu Kato Topetan, Kato Komudian Kato Bocari ", artinya jika informasi terputus, maka dikemudian hari orang akan membuat cerita tentang sejarah berdasarkan pengetahuannya semata tanpa ada dasar yang bisa dipertanggungjawabkan.
Seharusnya sejarah diwariskan mulai dari pelaku sejarah secara berkesinambungan terhubung dari generasi ke generasi seperti kata adat " Warih Yang Bojawek, Pusako Yang Botolong " yang artinya kearifan sejarah diwariskan berantai dan berkisinambungan.
Akhirnya dengan serius saya menjelaskan tentang sejarah wilayah Ujungbatu yang didapatkan berdasarkan cerita dari orang tua tua dulu ditambah dengan berbagai referensi yang mendudukungnya kepada anak saya tersebut. Kisah ini selanjutnya memicu saya untuk membuat artikel diatas. Saya berharap coretan saya dalam artikel ini dikemudian hari bisa menjadi salah satu wacana atau referensi yang bisa didiskusikan lebih lanjut untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan sejarah di dunia pendidikan khususnya tentang Ujungbatu dan Kerajaan Rokan pada umumnya.
Komentar