ZIKIR DALAM TAWAJJUH

 


BERZIKIR DALAM KEGIATAN TAWAJJUH 

Dalam Surat An-Nisa ayat 103 disebutkan " Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring ". Kemudian dalam surat Ar-Ro'du ayat 28 disebutkan " Orang orang yang beriman hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram".  Dua ayat diatas adalah merupakan perintah Allah SWT kepada orang yang beriman untuk melazimkan zikir dalam kehidupannya sehari hari.

Zikir artinya adalah mengingat, menyebut, menuturkan, mengerjakan amalan Sholeh. Sehingga dari bentuknya zikir tersebut bisa dilafalkan dengan lidah, diamalkan dengan perbuatan atau ingatan di dalam hati yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.  Zikir juga dimaknai sebagai upaya untuk menyingkirkan keadaan lupa dan lalai kepada Allah. Caranya dengan selalu ingat kepada-Nya. Zikir mengeluarkan seorang mukmin dari suasana lupa, untuk kemudian masuk dalam suasana musyahadah (menyaksikan) kekuasaan Allah dengan mata hati. Hal ini muncul dari adanya dorongan rasa cinta yang mendalam kepada Allah SWT.

Menurut Ibnu Athaillah al-Sakandari (penulis Al-Hikam) membagi zikir kepada tiga bagian. Pertama, zikir jali. Artinya, jelas atau nyata. Kedua, zikir khafi atau Sirri. Inilah zikir yang tersamar. Terakhir, zikir haqiqi atau yang sebenar-benarnya.

Zikir jali adalah perbuatan mengingat Allah SWT dalam bentuk ucapan lisan, yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan doa kepada Allah.Zikir ini diucapkan dengan suara jelas untuk menuntun gerak hati. Misalnya, dengan mengucapkan tahlil (La Ila-ha Illa Allah), tasbih (Subhana Allah), takbir (Allahu Akbar), membaca Alquran, dan doa lainnya.Zikir ini ada yang sifatnya terikat dengan waktu, tempat atau amalan tertentu lainnya. Misalnya, ucapan dalam shalat, saat melaksanakan manasik haji, doa-doa yang diucapkan ketika akan makan, sesudah makan, akan tidur, bangun tidur, dan sebagainya. Ada juga yang sifatnya mutlak, tidak terikat dengan waktu dan tempat. Misalnya mengucapkan tahlil, tasbih, tahmid, dan takbir di mana saja dan kapan saja.

Zikir khafi atau Sirri dilakukan secara khusuk oleh ingatan hati. Orang yang sudah mampu melakukan zikir seperti ini hatinya akan merasa senantiasa terasa terhubung dengan Allah SWT. Ia selalu merasakan kehadiran Allah SWT kapan dan di mana saja. Dalam dunia sufi ada ungkapan bahwa seorang sufi ketika melihat sesuatu benda apa saja, yang dilihatnya bukan benda itu, melainkan Allah Ta'ala. Ini bukan berarti benda itu "adalah" Allah SWT. Pandangan dari sang sufi jauh menembus melampaui pandangan matanya. Ia melihat bukan saja benda itu tapi juga menyadari akan adanya Khalik yang menciptakan benda itu.

Zikir haqiqi dilakukan oleh seluruh jiwa-raga, kapan dan di mana saja, dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa-raga dari larangan Allah SWT dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya

Tawajjuh artinya menghadapkan diri kepada Allah SWT yang terjadi dalam keadaan Dzikir khofi atau Sirri yang dilakukan secara berjamaah dengan kafiat yang ditentukan dibawah pimpinan seorang mursyid. Zikir ini dilakukan dengan cara duduk melingkar , menutup kepala dengan sorban, dan dengan posisi duduk tawarruk.  Kepala ditundukkan dalam-dalam, fikiran di arahkan ke titik lathifah qalbi, memejamkan mata, mengatupkan bibir (kalau perlu lidah pun dilipat ke langit-langit atas agar tak ikut bergetar), lalu rasakan asma Allah menelusup masuk ke qalbu.

Apabila sebelumnya telah melakukan Dzikir Jahri dengan tepat maka pada saat Dzikir  ini di qalbu akan ada rasa:

* Rasa terbakar, kehangatan yang menjalar dari api cinta dan rindu kepada Allah SWT.


* Rasa tenggelam, terhanyut dalam lautan rahmat Allah SWT, terengkuh dalam pelukan qudrat-Nya dan tertimang dalam buaian iradat-Nya.


* Rasa terguncang, terguncangnya jiwa dan raga oleh getaran qalbu yang berdzikir mengingat Allah (QS. Al-Anfal 8:2).


* Puncaknya adalah air mata yang mengalir dari taman taqwa di dalam qalbu.

Kegiatan tawajjuh ini lazim dilakukan oleh jamaah tarikat naqsyabandiyyah secara periodik. Hal ini berguna sebagai media untuk pengecasan keimanan yang naik turun, memupuk silaturrahmi jamaah dan guru, untuk mendekatkan ikatan bathin sesama jamaah dan juga untuk sebagai majelis ilmu yang kadang  setelah tawajjuh selesai disertai dengan nasehat tentang ilmu agama dari mursyid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POTONG EKOR IKAN JUARO MENGELUARKAN BAU KOTORAN MANUSIA

SIHIR ILMU TINGGAM IKAN PARI SUNGAI ROKAN

MANCING IKAN PATIN SUNGAI ROKAN UMPAN BAKWAN

MENGENAL IKAN PERAIRAN KABUPATEN ROKAN HULU PART 1

ASAL MUASAL UJUNGBATU ROKAN

DAUN BAKUNG BISA UNTUK OBAT DAN MASAKAN