Tokoh Simbolik
Tokoh Simbolik
Kabupaten Rokan Hulu memiliki slogan Negeri Seribu Suluk, sekilas siapapun yang membaca slogan ini akan membayangkan sebuah negeri yang penuh dengan nuansa religius. Akan terbayang kecendrungan prilaku masyarakat yang melakukan berbagai aktivitas sosial dengan nuansa islami. Orang menguasai ilmu agama akan ditinggikan kedudukannya dan dihormati dengan takzim. Ustad, Mursid, syeh, Buya, kyai sebagai simbol pemimpin agama yang diakui keilmuan dan ketaqwaannya akan dihormati dan dipatuhi dan menjadi panutan sebagai seorang tokoh publik ditengah masyarakat. Mereka dianggap sebagai guru yang bahkan kedudukannya lebih ditinggikan dan dimuliakan daripada orangtua.
Slogan negeri seribu suluk menjadi simbol sosial sangat layak dimanfaatkan oleh seorang calon pemimpin. Seorang tokoh agama memiliki kedudukan menjadi pemimpin simbolis yang secara instan akan populer jika dimunculkan. Popularitas ini didukung oleh citra positif yang sebelumnya telah melekat erat pada dirinya sehingga akan mendapatkan dukungan internal yang kuat. Disisi lain popularitas, citra diri dan dukungan internal adalah modal sosial yang diperlukan dalam sebuah kontestasi politik yang disandingkan dengan modal politik dan modal ekonomi.
Pemimpin simbolis merupakan nilai tawar yang menjanjikan untuk bisa meraup dukungan dari masyarakat dalam sebuah kontestasi politik. Apalagi saat ini terjadi penurunan nilai dibidang keagamaan dikabupaten Rokan Hulu. Menurunnya perhatian terhadap islamic center yang menjadi kebanggan masyarakat akan memicu publik untuk memilih tokoh yang memiliki nilai yang bisa mewakili simbol religius dalam kontestasi politik pilkada 2024. Simbol religius ini hanya akan dapat diwakili oleh orang menguasai bidang keilmuan religi sehingga baru bisa dianggap sebagai pemimpin simbolis.
Seorang pemimpin simbolis akan semakin tinggi nilai jual politiknya jika mampu mewakili cakupan simbol yang semakin luas, baik berupa keterwakilan luasan wilayah maupun keterwakilan jumlah anggota sebuah komunitas. Dengan demikian jika seseorang mengajukan diri sebagai seorang yang mewakili suatu simbol harus didukung oleh data dan fakta yang bisa dicerna dengan logika sederhana.
Berkaca tentang memanfaatkan pemimpin simbol religi sebagai amunisi dalam memenangkan kontestasi politik, maka tokoh agama yang telah lama berkecimpung dalam membina dan mensyiarkan ilmu agama adalah pilihan tepat untuk dijadikan pilihan. Sejarah panjang seorang tokoh agama yang mendedikasikan dirinya untuk masyarakat dari zaman kezaman secara turun temurun dan berkelanjutan akan melahirkan komunitas yang fanatik baik secara sadar ataupun tidak disadari oleh komunitas tersebut. Dari generasi ke generasi secara tidak disadari melahirkan pula generasi generasi baru yang fanatik silih berganti.
Nilai jual pemimpin simbolis religi akan semakin tinggi jika bisa mewakili simbol sosial lainnya dalam waktu bersamaan. Seperti simbol geografis misalnya, tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa dalam kontestasi pilkada di Rokan Hulu , Simbol Rokan Kiri dan Rokan Kanan selalu menjadi salah satu simbol yang menggambarkan keterikatan komunitas masyarakat dalam satu wilayah geografis yang patut menjadi bahan pertimbangan jika ingin meraih kemenangan.
Akhirnya semakin banyak mendapat dukungan dari pemimpin simbolis yang mewakili simpul simpul komunitas sosial masyarakat, maka semakin besar peluang memenangkan kontestasi politik.
Komentar