HARIMAU MENGAMUK DI KAMPUNG PENDALIAN
HARIMAU “ MENGAMUK ” DI KAMPUNG PENDALIAN
Secara
Historis Kampung Pendalian di bentuk oleh Raja Rokan Sultan Sipedas Padi yang
memerintah pada tahun 1519 – 1572 M. Dalam
masa pemerintahan Kerajaan Rokan nama Kampung Pendalian cukup di segani. Salah satu
kampung yang menjadi simbol IV Kotonya Kerajaan Rokan adalah Pendalian tersebut.
Kemashuran Kampung Pendalian semakin tersohor dengan munculnya seorang tokoh yang
benama Datuk mahuddun Sati yang berhasil menyatukan wilayah Kerajaan Rokan yang
tercerai berai akibat perang padri.
Lebih jelas tentang sejarah
terbentuknya Kampung Pendalian baca Tulisan kami https://adatujungbatu.blogspot.com/2022/07/asal-muasal-nama-pendalian.html
Saat ini Pendalian sudah menjadi bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pendalian
telah menjadi ibukota Kecamatan Pendalian IV Koto di wilayah Kabupaten Rokan Hulu
Propinsi Riau. Sejak di mekarkan dari Kecamatan Rokan IV Koto menjadi sebuah
kecamatan, Pendalian mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Apalagi sejak berdirinya salah satu perusahaan raksasa
dibidang perkebunan kelapa sawit yang melibatkan masyarakat Pendalian dalam
mengelolanya melalui Pola KKPA, Sehingga terjadi ekskalasi pertumbuhan ekonomi
yang sangat signifikan. Kampung pendalian yang dulunya terisolir, sedikit demi
sedikit terbuka seiring bertambahnya pendatang dan semakin sejahteranya
perekonomian masyarakat tempatan.
Ada
sebuah prahara dan kisah sedih di balik kesuksesan Pendalian yang saat ini telah
menjadi salah satu motor penggerak perekonomian Kabupaten Rokan Hulu. Kampung Pendalian
sempat dua kali diserang Harimau yang sangat meninggalkan kesan traumatis bagi
masyarakat sebelum tumbuh menjadi sebuah perkampungan yang maju. Prahara
pertama terjadi akibat serangan “ harimau ” berwujud manusia pada Zaman Kerajaan Rokan diperintah oleh Yang
Dipertuan Selo Pada Tahun 1739 – 1805 M. Dikisahkan pada waktu itu, masyarakat dilanda
trauma akibat adanya serangan “Harimau” dari Sumatera Barat. Harimau tersebut
bernama Harimau Padri.
Harimau Padri adalah kelompok masyarakat yang
ingin menegakkan syariat islam yang berlawanan dengan kaum adat yang berpegang
pada tradisi leluhur. Perbedaan ideologi antara Kaum Putih atau Harimau Padri
yang ingin menegakkan syariat islam dengan Kaum Adat yang tetap bertahan di
Adat kebiasaan para Leluhur menyulut terjadinya api peperangan. Sebenarnya Perang
Padri berpusat di Pariangan Padang Panjang atau di kerajaan Pagaruyung Sumatera
Barat, namun karena Kerajaan Rokan secara administratif berada dalam kekuasaan
Kerajaan Pagaruyung dan secara geografis Kerajaan Rokan memang dekat dengan
pusat peperangan, membuat Kerajaan Rokan tidak luput dari serangan “Harimau
Padri”.
Selain
ibukota kerajaan di Rokan, Pendalian yang menjadi bagian dari Kerajaan Rokan
juga mendapat serangan dari “Harimau Padri”. Suasana Perang Padri yang mencekam menyebabkan
masyarakat Pendalian yang selamat harus lari meninggal kampung ke berbagai
daerah. Setelah efek Perang Padri mereda karena kekalahan “Harimau Padri” oleh
penjajah Belanda, barulah sebagaian masyarakat
Pendalian yang mengungsi kembali ke Pendalian dan sebagian lagi memilih menetap
di pengungsian.
Pada
zaman kemerdekaan Pendalian kembali dilanda prahara akibat serangan harimau. Kalau
di masa kerajaan diserang “harimau” berbentuk manusia, maka pada zaman
kemerdekaan pendalian diserang oleh harimau beneran. Pemicu serangan harimau ke
perkampungan penduduk di Pendalian ketika itu seperti yang dikisahkan oleh
orang tua tua dulu adalah akibat pemindahan benda pusaka kampung Pendalian berupa
keris dari tempat penyimpanannya. Pusaka Kampung Pendalian yang berupa keris
ini biasanya secara turun temurun diwarisi atau disimpan oleh sebuah kelompok
keluarga di kampung Pendalian tersebut. Namun oleh oknum yang memiliki kuasa
secara arogan mengambil pusaka tersebut dirumahnya.
Maka
dari cerita orang tua tua tersebut, pindahnya pusaka kampung pendalian inilah yang
akhirnya diketahui sebagai penyebab Harimau mengamuk dan memasuki kampung
Pendalian. Banyak korban berjatuhan oleh serangan harimau tersebut. Berdasarkan
cerita yang didapat, korban yang di serang atau di makan oleh harimau mencapai
17 orang warga pendalian. Kampung tetangga yaitu Sebaliang yang mengejek masyarakat Pendalian dengan
bahasa :
“ kami kambiang kami tonakkan, kalau kalian
imau, tontu iyo dimakannyo wak “. Artinya dengan nada mengejek orang Kampung
Sebaliang mencemooh masyarakat Pendalian beternak Harimau,
Akhirnya
kesombongan Masyarakat Kampung Sebaliang berbuah petaka dengan kejadian yang
lebih tragis. Harimau juga ikut menyerang Kampuung Sobaliang yang terletak di
Kecamatan XIII Koto Kampar itu dengan korban yang lebih banyak yaitu mencapai
22 orang.
Kehidupan
masyarakat pendalian dalam bidang pertanian terutama penyedap karet yang
letaknya jauh dari perkampungan semakin memicu mudahnya jatuh korban. Masyarakat
Pendalian ketika itu memilih bertahan didalam rumah dan trauma untuk
meninggalkan rumah karena banyaknya harimau yang berkeliaran sampai memasuki
perkampungan. Bahkan dari dalam rumah dikisahkan mereka bisa melihat Harimau
berkeliaran mencari mangsa di bawah lantai rumah mereka yang berbentuk panggung
ketika itu. Sebagian masyarakat yang karena terpaksa harus keluar rumah untuk
mencari nafkah harus berakhir dengan kematian karena diserang oleh harimau.
Suasana
yang mencekam yang membuat masyarakat Pendalian tidak aman dan nyaman dalam
berakstivitas membuat sebagian warga pendalian memilih mengungsi meninggalkan
kampung. Bagi yang tetap bertahan mereka akan melakukan aktivitas secara
terbatas dan harus selalu siaga dengan membuat kelompok agar bisa saling
menjaga dari kemungkinan adanya serangan harimau. Akhirnya dikisahkan ada salah
satu warga Pendalian yang bermimpi bahwa penyebab amukan harimau adalah karena
berpindahnya letak simpanan pusaka kampung.
Setelah
Pusaka di kembalikan penyimpanannya ke rumah orang berhak secara turun temurun
barulah serangan harimau ini mereda. Setelah redanya serangan harimau , sebagian
warga Pendalian yang telah terlanjur mengungsi ada yang memilih menetap di
perantauan dan juga yang memilih kembali ke Pandalian. Dua kejadian besar
diatas membentuk dan menempa karakter sosial orang Pendalian menjadi gigih
dalam berjuang dan semangat untuk bertahan hidup serta menyebabkan adanya
migrasi penduduk ke daerah lainnya. Sebagian penduduk Pendalian yang mengungsi
dan memilih bertahan di perantuan akhirnya menjadi bagian masyarakat yang
menyusun suatu kampung ditempat perantauan tersebut.
Komentar